Jumat, 30 September 2011
Yang membedakan agama Islam dengan agama lainnya, selain ajaran ketuhanannya, juga perhatian terhadap hakikat kecenderungan pemikiran manusia. Islam sangat positive thinking terhadap kecenderungan akhlak manusia terhadap kebenaran. Sebaliknya, agama non-Islam sangat negative thinking terhadap kecenderungan akhlak manusia terhadap kebenaran.
Pemikiran yang negative thinking terhadap manusia, pada hakikatnya, sangat membahayakan peradaban manusia. Jerry Falwell, pemimpin kaum fundamentalis Kristen Amerika, sangat negative thinking terhadap manusia. Mengutip Kitab Injil, ia mengatakan Katanya manusia pada dasarnya jahat. Karena itu, ia mengutuk keras kaum liberal Amerika yang berpikiran bahwa manusia pada dasarnya baik.
Padahal pendapat kaum liberal Amerika sangat mendekati kebenaran, tinggal ditambah dengan kesadaran akan adanya kekuatan Tuhan. Dalam Islam (QS 30:30) disebutkan manusia diciptakan berdasarkan fitrah Allah. Artinya, manusia pada hakikatnya mengandung keyakinan akan kebenaran dalam ketuhanan dan berakhlak di antara sesama manusia.
Selain manusia, Allah juga menciptakan makhluk lain, seperti malaikat dan jin. Sewaktu Allah menciptakan manusia, Iblis takabur dan berjanji akan menyesatkan keturunan Adam dan isterinya. Karena itu, Allah mengilhami manusia jalan yang baik dan buruk (jalan setan), lihat QS 91:8-10.
Beruntunglah manusia yang selalu berada di lingkungan yang bersih dan benar, karena fitrahnya akan selalu muncul dan menghidupi kehidupannya. Sebaliknya manusia akan celaka, bila berada dalam lingkungan yang kotor dan jahat, karena fitrahnya akan tertutupi dan tertekan. Dalam kondisi ini, manusia ada kemungkinan berakhlak jahat. Walaupun demikian, tetap saja fitrahnya akan selalu muncul bila lingkungannya menjadi baik. Karena itu, dalam Islam pintu taubat selalu terbuka.
Untuk lebih jelasnya, lihat hadis Muslim yang artinya, ”Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah; kedua orangtuanyalah yang menjadikannya penganuat agama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” Fitrah di sini adalah tauhid (naluri mengesakan Allah). Selain itu, fitrah manusia juga berupa semangat beribadah yang benar, selalu mengemban amanah, mempunyai jiwa kepemimpinan (khilafah) yang adil, dan insan sosial.
Supaya fitrah-Nya selalu menghidupi kehidupannya, manusia dituntut untuk berpikir akan kehidupan dalam bertetangga, berkeluarga, kepemimpinan, beribadah, dan berketuhanan yang esa. Maka dari itu, Alquran dalam isinya, baik dalam posisi menyuruh atau menyindir manusia, selalu memakai kata-kata ”afala ta’qilun” atau ”afala yatafakarun”.
Proses berpikir merupakan awal kehidupan yang menuju kebaikan dan keberkahan. Beragama tanpa berpikir merupakan jalan setan untuk menjauhkannya dari fitrahnya. Selanjutnya menjerumuskan manusia pada kehidupan yang penuh kemdungkaran dan kenistaan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar